Malang - Indonesia berhasil mencatatkan prestasi melalui olahraga bulutangkis. Tidak sedikit Putra terbaik bangsa disegani dunia. Mulai dari zaman Liem Swie King, Susy Susanti, dan hingga sekarang, bisa dibilang Indonesia masih cukup berjaya di bidang olahraga tersebut.
Shuttlecock memegang peran penting dalam olahaga bulutangkis. Melalui shuttlecock pula setiap pemain bisa memperoleh angka dan mencapai kemenangan. Tanpa shuttlecock, olahraga bulutangkis tidak bisa berjalan.
Shuttlecok merupakan rangkaian bulu yang dirakit seperti kerucut dengan ujung kepalanya terbuat dari kayu atau gabus.
Shutlecock berasal dari bulu Angsa. Bulu ini ada tiga jenis yang biasa digunakan. Jenis pertama biasa disebut dengan bulu tebal, lalu jenis yang kedua disebut dengan bulu super, sedang yang ketiga disebut dengan bulu kecil. Bahan dasar bulu angsa bisa didapat dari dalam negeri, ada pula yang diimport dari luar negeri. Di pulau jawa, terdapat banyak pengrajin shutlecock.
Salah satu Ibu Ani pengrajin kok rumahan di Arjosari, Malang, Jawa Timur. Ia mengaku melanjutkan usaha yang dirintis bapaknya.
"Dulu bapak kerja di salah satu pabrik di Malang. Setelah ada pergantian pengurus pabrik, bapak berhenti. Dengan modal nekad membuat usaha ini, pada tahun 1975-1980," ungkap ibu satu anak ini.
Ani bercerita berbagai kendala yang ia temui. Mulai kendala bahan baku hingga tenaga kerja.
"Kendala bulu harus import dari Taiwan. Industri rumahan seperti kami selalu mendapatkan paling akhir. Selain itu, harga selalu dipermainkan," ujarnya.
Pemilik merk pernet dan putra kok ini menghabiskan 4 karton bulu dalam seminggu. Satu karton berisi 13,5 kg bulu angsa.
Kendala lain, adalah tenaga kerja. Banyak tenaga kerja lebih memilih bekerja di pertokoan atau butuh pabrik yang gajinya lebih tinggi.
"Ya masih kalah dengan gaji pertokoan atau butuh pabrik. Banyak dari tenaga kerja yang sudah punya keahlian buka usaha sendiri di rumahnya, " terangnya.
Pembuatan shuttlecock milik Ani sudah menggunakan teknologi modern. Pemotongan bulu menggunakan alat plong. Pembuatan kepala shuttlecock dengan gabus juga dengan peralatan. Proses penganyaman (pemasangan) sampai penjahitan sudah mendapat sentuhan peralatan modern.
"Kalau sekarang kami sangat terbantu dengan teknologi modern. Sehingga skill karyawan hanya butuh ketelatenan, " ucapnya.
Untuk memberikan hasil yang baik pada shuttlecock miliknya, ia menggunakan lem c'ketz K-poxy clear -21. Menurut Ani, K-poxy clear-21 cepat kering dan ukuran volume sama.
"Saya pernah memakai kalengan. Tulisannya 1 Kg ternyata 0,8 kg, g sampe 1 kg. Klo c'ketz ukurannya sama juga cepat kering," Imbuhnya.
Ia menggunakan pemasaran Hybrid, yakni offline dan online dengan menggunakan marketplace.
Dalam seminggu ia berhasil menjual 1000 slop.
"1 slop kami jual 80 ribu. Ya satu minggu 1000 slop. Ya sekitar 80juta seminggu, namun itu masih kotor, " tegangnya.
Badan bulutangkis dunia (BWF) menetapkan standar shuttlecock. Selain jumlahnya sebanyak 16 helai, panjang bulu angsa harus berada diantara 62mm – 70 mm. Ujung bulu harus terletak pada lingkaran dengan diameter 58mm hingga 68mm. Kepala shuttlecock yang terbuat dari gabus setengah lingkaran dengan diameter antara 25mm - 28 mm. Beratnya pun harus ditimbang antara 4,47 gram – 5,50 gram.
"Bagian tak kalah pentingnya adalah pengetesan shuttlecock. Untuk melalukannya, penguji harus menggunakan kekuatannya memukul shuttlecock sampai melewati garis batas belakang, " tutupnya.