Samarinda – Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kanwil DJP Kaltimtara) melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti tindak pidana di bidang perpajakan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Kejaksaan Negeri Samarinda.
Hal itu disampaikan DJP Kaltimtara saat menggelar konferensi pers di Aula Kantor DJP Kaltimtara Jalan MT. Haryono Kota Samarinda, Selasa (6/6/2023).
Plt. Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kanwil DJP Kaltimtara Budi Hernowo menyampaikan Tersangka JIM selaku Wakil Direktur CV AP telah melakukan pelanggaran wajib pajak pada tahun 2015.
“Tersangka JIM telah merugikan pendapatan negara karena penggelapan pajak sebesar Rp. 476.831.878 selama kurun waktu Januari hingga Desember tahun 2015,” ungkap Budi Hernowo dalam keterangannya.
Dijelaskan, JIM diduga kuat melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 39 ayat (1) huruf i UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonis Peraturan Perpajakan (UU KUP).
Budi sapaan akrabnya menerangkan kronologinya bahwa wajib pajak (tersangka JIM) telah diimbau untuk melakukan penyetoran pajak yang kurang dibayar atas tahun 2015. DJP Kaltimtara telah mengedepankan asa ultimum remedium atau memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melunasi pajak yang kurang dibayar. Namun respon yang ditampilkan tidak memadai sehingga terhadap perbuatan itu setelah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan selanjutnya dilakukan penegakan hukum sesuai dengan amanat UU Perpajakan dan dilanjutkan diranah meja hijau.
“Penanganan tindak pidana bidang perpajakan di pengadilan ini merupakan sinergitas antara DJP Kaltimtara, Polda Kaltim, Kejati Kaltim dan Kejari Samarinda. Dalam upaya mendukung penegakan hukum untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum kepada seluruh wajib pajak,” terangnya
“Kami sudah serahkan ke Kejari Samarinda karena diduga kuat melakukan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN yang tidak benar atau tidak lengkap dengan cara tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dari Perusahaan PDTK, CV SS, dan CV STSJ,”
Tersangka JIM diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).
Selama periode Januari 2015 hingga Desember 2015, kerugian yang ditimbulkan akibat penggelapan pajak ini mencapai Rp476.831.878,00 (empat ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus tiga puluh satu ribu delapan ratus tujuh puluh delapan rupiah).
CV AP juga telah menggunakan haknya sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP dengan mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan dan membayar pokok serta sanksi pidana sebesar 856 juta rupiah untuk tahun pajak lainnya.
Sebelum dilakukan pelimpahan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menyelesaikan pembayaran pajak yang kurang dibayar atas tahun pajak 2015.
Namun, tidak adanya respons yang memadai dari wajib pajak tersebut mendorong Kanwil DJP Kaltimtara untuk melakukan penyidikan terhadapnya. Wajib pajak juga tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan kasus ini dengan penghentian penyidikan melalui pembayaran pokok pajak beserta denda sesuai Pasal 44B UU KUP.
Tindak pidana yang dilakukan oleh Tersangka JIM dapat diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun, serta denda minimal 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan maksimal 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Penanganan kasus tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan hasil sinergi antara Kanwil DJP Kaltimtara, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, dan Kejaksaan Negeri Samarinda. Kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan penegakan hukum yang adil serta memberikan kepastian hukum kepada seluruh wajib pajak.
Dalam menjalankan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selalu mengedepankan asas ultimum remedium, yaitu memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melunasi pajak yang kurang dibayar sebelum proses penegakan hukum dilakukan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Perpajakan. Hal ini menunjukkan keseriusan DJP dalam menindak tegas pelanggar hukum yang merugikan negara.
Langkah-langkah yang diambil oleh DJP juga bertujuan untuk melindungi keuangan negara dan memberikan efek jera kepada individu maupun badan hukum yang berencana melakukan kecurangan dalam melaporkan dan menyetorkan pajak kepada negara. DJP berkomitmen untuk menjaga integritas sistem perpajakan Indonesia dan memastikan bahwa setiap wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakannya.
Dalam konteks ini, penanganan kasus penggelapan pajak oleh Tersangka JIM menjadi contoh nyata dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak serta menjaga keadilan dan kepastian hukum di negara ini. Kejaksaan Negeri Samarinda akan melanjutkan proses hukum terhadap tersangka dan barang bukti yang telah diterima, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perlu dicatat bahwa prinsip ultimum remedium yang diusung oleh DJP bukanlah jaminan bagi pelaku penggelapan pajak. Bagi mereka yang sengaja menghindari kewajiban perpajakan, hukum akan tetap berlaku dengan ketat, dan mereka akan dikenai sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang mereka lakukan.
Dengan terus dilakukan penindakan tegas terhadap kasus-kasus penggelapan pajak, diharapkan dapat mendorong kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini akan berkontribusi pada peningkatan pendapatan negara dan pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Artikel Skandal Penggelapan Pajak Terungkap, Tersangka JIM dilimpahkan ke Kejati Kaltim pertama kali tampil pada GOnews.id.