Mojokerto - Dusun Seketi berada di Desa Jatidukuh Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto. Dusun ini memiliki satu RW dan empat RT, yakni RW 04 dan RT 01, 02, 03 dan 04. Memasuki dusun ini kita disuguhkan jalan licin dan berlumpuh. Terlihat truck dan alat berat lalu lalang. Jalan masuk dusun ini cukup luas dengan lebar 7,5m hingga truck bisa berpapasan. Truck-truck itu sepertinya tunduk digiring mengangkut galian C.
Terminologi bahan galian golongan C sebelumnya diatur dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, menjadi batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian C sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi batuan.
15 meter masuk jalan dusun disebalah kiri jalan terpampang spanduk dengan nama Widisulton. Menurut Kepala Desa Zainal Arifin penambang ini sudah berijin. Namun Aneh, pemangku wilayah tidak mengetahui jumlah luas dan titik koordinat eksplorasi galian batuan.
"Ya berizin, atas nama Widisulton, namun titik kordinatnya kami tidak paham," ungkap Zainal kepada media ini melalui aplikasi Whatsapp, Sabtu (21/5/2022).
Kedalaman galian batuan mencapai kedalaman 50 meter. Terlihat 5 bego/ekskavator mengeruk tanah yang bercampur batu. Kemudian disaring di atas besi dan batu andesit dan batukali pun menggelinding . Lalu, batu di masukkan ke atas Dump truck. Tidak selesai di situ, batupun di siram air. Air keruh mengalir hingga ke sungai warga.
Bekas galian batuan menganga dengan lebar ratusan meter. Awalnya, tempat (pertambangan batuan) ini adalah persawahan produktif berada di atas dusun Seketi. Namun sekarang tinggi persawahan produktif ini menjadi sejajar dengan Dusun Seketi dengan lobang rawan longsor.
"Awalnya, tinggi sekali, namun sekarang kedalaman sekitar 50 meter. Kami khawatir ini akan rawan longsor karena batu sebagai penyangga sudah di ambil," ungkap
Sujari (46) warga Suketi, Sabtu (21/5/2022).
Menurut Sujari, jalan desa menjadi rusak dilalui truck dan alat berat setiap hari. Menurutnya banyak warga yang kecelakaan karena kondisi jalan licin dan berlumpur.
"Kondisi jalan sudah diketahui oleh pengusaha dan pemerintah Desa, namun tidak ada tindakan apa-apa," terang Sujari.
Sujari mengeluh sumur keruh dan asat (kering).
Menjadi aneh ketika penggunaan harus kekeringan. Sebelum adanya penambahan batuan ini air sumur mudah. Namun, kalau musim kemarau menjadi susah.
"Sumur kering, karena sumber-sumber sudah rusak. Sekarang air tadah hujan. Padahal ini pegunungan, kok bisa susah air bersih," terangnya.
Aktivitas pertambangan batuan ini menunjukkan dampak kerusakan kondisi lingkungan yang parah. Rudi (32) warga Seketi yang lain mengeluhkan aliran limbah pertambangan batuan ini. Limbah bekas tambang mengalir tepat di belakang rumahnya. Limbah bekas tambang menghantam bagian bawah kamar mandinya. Alhasil, kamar mandinya menggantung dan siap roboh.
"Coba lihat, ini sudah kami pasang batu agar tidak robah kamar mandi kami, ini sudah menggantung," ungkap Rudi kecewa sambil menunjukkan kerusakan kamar mandinya.
Tidak hanya menghantam rumahnya, limbah pertambangan juga keruh dan berlumpur. Menurutnya, kali kecil belakang rumahnya ia gunakan mencuci pakaian dan buang air besar.
"Kalau seperti lumpur ini tidak bisa dibuat aktifitas seperti mencuci dan buang air besar, " terangnya.
Masih menurut Rudi, Aktivitas pertambangan batuan juga merusak area persawahan dusun Seketi. Hal ini dapat di lihat dari tingkat kekeruhan aliran irigasi pertanian (Sawah). Ditambah lagi pelebaran tepian sungai yang mengakibatkan hilangnya daya dukung daerah aliran sungai (DAS) yang sewaktu-waktu dapat memicu banjir.
"Masyarakat sudah lama menginginkan tidak ada galian c. Karena sangat merusak lingkungan," keluhnya.