Sumenep - Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), KH Asep Saifuddin Chalim, mengajak untuk bersama-sama mengawal Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ia menilai regulasi tersebut sangat merugikan pendidikan Islam, khususnya lembaga madrasah. Karena di dalamnya tidak mencantumkan kata Madrasah sebagai bagian dari elemen lembaga pendidikan.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pemateri Sarasehan Pendidikan yang diselenggarakan oleh PC Pergunu Sumenep. Dengan tema ‘Mengawal RUU Sisdiknas’, di Pendopo Agung Keraton Sumenep, pada Ahad (3/7/2022).
"Ada perlakuan tidak adil. Tidak ada kata madrasah di dalamnya. Padahal dalam Pancasila sudah ditegaskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi RUU Sisdiknas itu sudah melecehkan Pancasila," ujarnya.
Kiai Asep meminta kepada para pelaku pendidikan, khusunya PC Pergunu Sumenep hendaknya kritis terhadap isu pendidikan nasional dan perlu mengawal RUU Sisdiknas yang terdapat kejanggalan di dalamnya.
Ia menegaskan, bahwa madrasah sudah lahir di Indonesia tahun 1900 silam. Sehingga ia merasa heran ketika kata madrasah tidak tercantum dalam RUU Sisdiknas. Sebab itu, secara kelembagaan PP Pergunu sudah mendatangi Komisi VIII DPR RI untuk menyampaikan hal tersebut.
Kiai Asep menceritakan, beberapa waktu lalu pihaknya telah melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Komisi VIII, terkait RUU Sisdiknas yang tidak mencantumkan kata madrasah. Tentu upaya tersebut dilakukan guna menguatkan peran madrasah dalam aspek regulasi perundang-undangan.
Menurutnya, kasus RUU Sisdiknas yang tidak mencantumkan kata madrasah tak jauh beda dengan Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang juga menjadi sorotan sejumlah pihak. Lantaran dinilai memuat banyak kejanggalan di dalamnya.
Kamus yang semestinya memberikan edukasi kesejarahan Indonesia tersebut diprotes karena dalamnya tidak mencantumkan informasi tentang kiprah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari. Demikian pula RUU Sisdiknas yang tidak menyebutkan kata Madrasah sebagai bagian dari elemen lembaga pendidikan di Indonesia.
“Padahal, Kiai Hasyim Asy’ari itu Pahlawan Nasional. Beliau ikut andil berjuang serta mendorong tercapainya kemerdekaan Indonesia. Nah, hilangnya nomenklatur madrasah dalam RUU Sisdiknas yang baru ini, hampir sama dengan hilangnya nama Kiai Hasyim dalam Kamus Sejarah Indonesia,” sambungnya.
Kiai Asep mengaku bersyukur Komisi VIII DPR RI merespon positif saat melakukan audiensi. Katanya, semua fraksi di gedung senayan itu sangat antusias dan mendukung rekomendasi yang disampaikan terkait RUU Sisdiknas. Bagaimana pun, kata dia, Pergunu akan tetap mengawal dan mengkritisi RUU tersebut, sebab dianggap melecehkan Pancasila bahkan Islam.
Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto itu juga meminta agar Pergunu hendaknya terlibat dalam menjaga keutuhan NKRI. Menurutnya, kelompok ekstrem kanan atau ekstrem kiri menyusup ke berbagai sektor untuk menghilangkan nilai-nilai Pancasila.
“Ingat, kelompok ekstrem senantiasa mengintai dan ingin merusak keutuhan NKRI. Kalau ekstrem kanan lebih cenderung urakan dan anarkis, tapi ekstrem kiri jauh lebih berbahaya. Kelompok kiri ini bermain halus dan cantik lewat regulasi. Keduanya sama-sama berbahaya,” pesannya.
Mengkritisi beberapa isu terkini, utamanya terkait dinamika regulasi pendidikan di Indonesia, menurut Kiai Asep sangat diperlukan. Mengingat kelompok yang ingin merongrong nilai-nilai Pancasila terus melakukan berbagai cara agar misinya terwujud. Tidak terkecuali dalam ranah kebijakan.
“Kita harus kritis terhadap isu kekinian terutama tentang pendidikan. Jangan sampai mereka menghilangkan serta merusak nilai-nilai pancasila yang sudah senafas dengan ajaran islam,” pungkasnya.