Banyuwangi - DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Banyuwangi, mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta sekitar 40 instansi dan lembaga terkait lainnya untuk tidak gegabah menerima usulan Pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Niat Pemprov Jatim berencana menjadikan Selat Bali sebagai pusat pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Rencana ini tertuang dalam salah dari empat dokumen materi teknis perairan pesisir yang dibahas dalam konsultasi teknis materi perairan pesisir, 3-4 Oktober 2022 yang lalu.
Ketua HNSI DPC Banyuwangi H. Hasan Basri mengatakan sampah B3 dapat merusak ekosistem biota laut.
"Kami menolak dengan tegas usulan Pemprov Jatim kepada KKP untuk membuang limbah B3 di selat Bali," ungkap Hasan Basri kepada media ini di kantor HSNI di kawasan pelabuhan Muncar, Rabu (19/10/2022).
Menurut Hasan Basri usulan Jatim sebelumnya belum pernah melibatkan nelayan. Bagi Hasan Basri perairan Bali bersentuhan langsung dengan nelayan di Banyuwangi. Menurutnya, tempat yang akan dijadikan pembuangan tailing tersebut, jaraknya 10 mil dari pantai Banyuwangi.
"Nelayan kami sehari-hari beraktivitas di wilayah Selat Bali. Mereka mengambil ikan Lemuru, tongkol, dan layang dan memang tempat ikan yang paling banyak di selat Bali ini," ujar Hasan Basri.
Sementara itu, ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan Oki Lukito menyebut, salah satu palung laut besar sedalam 1000 meter lebih di Selat Bali.
Direncanakan, semua limbah B3 yang ada di Jawa Timur akan dikonsentrasikan pembuangannya di palung ini pada kedalaman 850 meter dan disalurkan lewat pipa.
“Jika usulan pembuangan limbah B3 ke laut dalam (Deep Sea Tailing Placement) ini dikabulkan, dikhawatirkan membahayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu akan menambah laju kerusakan ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil yang selama ini dirusak oleh industri ekstraktif. Sejumlah perusahaan diduga telah mendapat rekom dari pemerintah Provinsi Jatim dan mendapat arahan pemanfaatan ruang laut dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP,” terang Oki Lukito dalam keterangan persnya.
Selat Bali yang terkenal dengan ikan lemuru (sardinella lemuru) itu, lanjut Oki Lukito, menjadi tumpuan mata pencarian nelayan di Banyuwangi dan Bali. Ia berharap kekayaan ini terus dijaga kelestariannya mengingat ekosistem di selat yang menghubungkan Samudra Indonesia dan laut Jawa.
"Selat Bali yang menjadi jalur imigrasi ikan pelagis kecil dan besar saat ini kondisinya sudah parah. Hal itu terbukti dengan semakin menurunnya hasil tangkapan nelayan dari tahun ke tahun,” sambung dia.
Lanjut Oki Lukito, seharusnya Pemprov Jatim memulihkan ekosistem selat bali dengan memperbanyak restocking ikan, membuat rumah ikan bertingkat serta sebanyak mungkin menanam dan merehabilitasi hutan mangrove yang rusak akibat penebangan liar serta menambah titik-titik konservasi lokal seperti di Bangsring dan Pantai Cemara Banyuwangi.
Ketujuh OPD yakni Bappeda, Dinas PUPRL, DKP, Biro Hukum, Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan melakukan konsultasi materi teknis Perairan Pesisir Jatim yang digelar di Jakarta.
Tujuh OPD Pemprov Jatim ini tergabung dalam kelompok kerja (Pokja) revisi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3K). Konsultasi materi teknis ini sebagai tindak lanjut dari deklarasi materi teknis muatan perairan pesisir Provinsi Jatim beberapa waktu lalu yang sebelumnya didahului konsultasi publik.
Tahapan konsultasi materi teknis ini akan diuji oleh sejumlah kementerian dan lembaga terkait sebelum mendapat persetujuan teknis dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Adapun konsultasi materi teknis tersebut berupa dokumen final Peta Struktur Ruang Laut, Peta Pola Ruang Laut, Peta Migrasi Biota Laut serta Peta Peraturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang laut dan matriks Peraturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.
Jika tahapan ini lolos selanjutnya akan masuk dalam ranah pembuatan peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) yang akan berlaku dua puluh tahun.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 21 Tahun 2021, dijelaskan secara lebih rinci bahwa materi teknis tata ruang perairan pesisir akan diintegrasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Dengan persyaratan harus mendapatkan persetujuan teknis Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Hal ini secara langsung menginstruksikan pemprov harus segera membuat materi teknis tata ruang perairan pesisir yang akan diintegrasikan ke dalam RT/RW Provinsi,” jelas Oki Lukito.
Penjelasan lebih rinci mengenai teknis dan substantif mengenai proses integrasi dijelaskan dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Peraturan ini merupakan peraturan turunan dari PP Nomor 21 Tahun 2021 yang menjelaskan mengenai proses, substansi dan ketentuan lainnya dalam menjabarkan tata ruang laut.
Tags
Hasan Basri HNSI Banyuwangi
Hasan Basri Muncar Banyuwangi
HNSI Banyuwangi
lat
Limbah B3 Selat Bali